Senin, 22 Agustus 2011

PAK BAGONG



Umurnya kira-kira setengah abad. Rambutnya sedikit beruban, kulit hitam pekat karena terlalu sering kena sinar matahari, agak keriput namun badan masih berotot. Ditangan kanannya terdapat tato keris yang tidak sempurna. Boleh jadi asal bikin. Kelingking kaki kanan tak ada. Mungkin dampak dari ke bengalannya. Mahir berbahasa inggris dan perancis. Orang-orang di lingkungan sekitar biasa memanggilnya dengan sebutan pak Bagong.
Ya, siapa yang tak kenal pak Bagong. Orang yang di takuti di wilayah Mergansang. Orang yang dituakan oleh para gali. Seluruh gali di Yogyakarta pasti pernah mendengar namanya.
Mempunyai satu istri dengan kebiasaan berkoar-koar yang kulitnya tidak kalah hitam dengannya. Dari pernikahannya dengan istrinya melahirkan satu anak perempuan dan satu anak laki-laki yang nakal, barangkali lebih banyak gen ayahnya.
Sehari-hari hanya duduk memeluk kaki di depan rumah titipan bos nya. Terkadang keluar tak tahu kemana, mungkin nongkrong sambil merokok di sepanjang jalan Prawirotaman bersama konco-konconya. Dari cerita orang sekitar, beliau memang terkenal di daerah itu. Tak heran bila lancar berbahasa asing.
Tidak jelas profesinya apa. Bisa dikatakan pekerja musiman. Bila di Australia atau di Perancis sedang liburan musim panas maka ia akan mangkal dengan becaknya sekali lalu menjadi guide turis di tempat ia biasa nongkrong.
Sekali –sekali ia berjoget dengan goyangan khas nya di depan rumah di iringi dengan musik dangdut sembari menenggak minuman merah bergambar orang tua. Mungkin rindu dengan masa mudanya atau pusing memikirkan perjalanan hidupnya. Bahkan tak jarang siang hari ia pulang dari tempat biasa dalam keadaan teler, sampai-sampai di jemput dan di bimbing istrinya saat berjalan. Apalagi bila malam minggu tiba. Setelah magrib lepas, ia sudah gagah dengan celana dan jaket jeans. Tak lupa dengan topi lusuh yang selalu setia menutupi kepalannya.
Entah apa yang ada dipikirkannya dengan umur yang sudah lebih dari setengah abad. Se-gaek itu ia masih bisa berfoya-foya dengan keadaan keluarga yang bisa di bilang kurang secara finansial. Sebagai seorang muslim, hanya ibadah sholat jumat yang dilakukannya.
 Di lain sisi ia juga sosok yang penurut terhadap istri. Pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggungjawab  seorang istri mulai dari mencuci, menjemur pakaian hingga memandikan anak kerap di embannya. Tak jarang istrinya memerintah untuk mengerjakan suatu hal, namun tetap dikerjakannya walaupun dijawab dengan nada malas dan muka masam. Sukar di percaya, gali se-terkenal itu patuh kepada istri.