Tak seindah Liburanmu
Siapkan segelas minuman dan popcorn, dan nikmatilah tulisan membosankan
ini.
Bulan suci
ramadhan. Memang semua orang menyambut gembira datangnya bulan penuh berkah.
Terlebih bagi anak-anak. Mereka gembira lantaran akan adanya baju baru, sepatu
baru dan juga THR saat lebaran nanti. Tapi tidak untukku. Bukan karena apa-apa,
tapi waktunya yang bertepatan dengan liburan membuat aku harus meninggalkan
kota Jogja karena perintah orang tua. Sangat berat rasanya meninggalkan Jogja
yang istimewa.
Hari itu
datang juga. Terbayang olehku kota Semarang yang panas dan padat. Haaahh...
baru memikirkannya saja sudah pening kepala ini. Ingin rasanya membatalkan
tiket travel yang sudah dipesan. Tapi tak mungkin, orang tua sudah menanti
dirumah. Sepintas ada sedikit penyesalan terburu-buru mengikuti KKN angkatan
kemarin. “Harusnya aku ikut KKN angkatan ini saja agar ada alasan untuk tidak
meninggalkan Jogja secepat itu” batinku. Tak apalah, toh nasi sudah menjadi
bubur. Mau tak mau hari itu juga aku harus berangkat ke kota Semarang. Semoga
buburnya bisa ku tambahkan kuah opor, kacang, suiran ayam dan sedikit kerupuk
14.00, aku
sudah berada diatas travel langganan. Malasnya bukan kepalang, Jogja yang
memberiku banyak pelajaran dan kenangan akan ku tinggalkan untuk sementara
waktu. Bakal sangat bosan duduk ber jam-jam di jok mobil bersama orang yang
tidak dikenal. Sukur-sukur kalau duduk dengan wanita cantik. Apa daya,
penumpangnya veteran bau tanah. Semakin membosankan perjalananku. Tiga jam
kedepan akan menjadi sangat lama diantara manusia-manusia ini.
Seminggu
sebelum keberangkatan aku pergi bersama dua kawanku. Kawan seperjuangan yang
bekerja untuk keabadian. Tujuannya adalah toko buku toga mas. Memang kami sudah
merencanakan sebelumnya. Harus ada kegiatan ketika liburan nanti. Jangan sampai
otak ini istirahat total selama liburan.
Atas saran teman akhirnya aku membeli sebuah buku berjudul Conspirata. Novel
yang bercerita tentang bagaimana situasi politik di Romawi pada zaman dulu. Dua
temanku yang lain membeli beberapa buku. Tak tanggung-tanggung, Maryono Ozawa
membeli enam buku sekaligus. Mungkin ia ingin membawakan hadiah untuk istrinya.
Maklum pasangan muda, hasrat masih menggelora.
Travel yang ku
tumpangi melaju dengan kencang, tanpa standing dan terbang. Sedikit demi sedikit
beranjak meninggalkan kota Jogja. Sebentar lagi kota ini akan lenyap dari
pandangan mata. “Selamat Datang di Jawa Tengah,” melihat papan baliho itu
seakan berjalan menuju neraka. Entah kenapa Jogja selalu lebih nyaman daripada
dimanapun aku pernah tinggal. Namanya juga Jogja Istimewa. Sementara mobil
melaju menuju neraka dunia ku putar lagu di playlist
dan terlelap.
Semarang 17.30,
aku turun dari travel. Tercium aroma neraka yang jahat. Ku langkahkan kaki
menuju rumah. Ada rasa bahagia karena akan bertemu keluarga. Semakin lama
langkah ini semakin berat. Memang tidak jauh dari rumah, tapi jalannya menanjak
dan bawaan berat. Belum lagi hawa neraka membuat pakaian ini basah.
Sampai di rumah
aku tak bisa tidur lagi. Hari itu hingga larut malam hanya memikirkan apa yang
akan dikerjakan dalam satu bulan kedepan. Berharap bekal satu buku bisa
menyibukkan liburanku.
Esok harinya
dimulai dengan membuka lembar pertama Conspirata. Lembar kedua, ketiga, hingga
lembar kesepuluh masih seru dan masih bisa diimajinasikan. Berharap tidak ada lagi kata
bosan. Namun lembar selanjutnya kabur, bak berjalan di tengah badai pasir. Ada
nama-nama Romawi yang selalu berakhiran us. Julius, Mathius, Anus dan
kawan-kawannya. Ditambah dengan rasa penasaran dari cerita buku ke-empat
tetralogi bumi manusia yang belum rampung aku baca. Semangat membaca seketika
itu lenyap. Si bosan datang lagi. Dan benar, lebih membosankan dari yang
dibayangkan.
Cuaca di
Semarang memang tidak pernah mendukung. Entah berapa suhu udara saat itu.
Mungkin 40°C.
Seakan matahari memusatkan titik panasnya pada atap rumah sewaan ini. Tak ada
pendingin udara, hanya kipas tua yang menghembuskan angin panas. Hari
berikutnya sama saja. Bahkan terasa lebih panas dari hari sebelumnya dan lebih
membosankan dari sebelumnya. Semakin hari semakin panas, semakin hari semakin
bosan, bosan dan bosan.
Seminggu
berlalu serasa sewindu. Lamanya minta ampun. Penderitaan belum berakhir. Masih
ada beberapa minggu lagi. Tak ada yang istimewa. Tak ada yang bisa di ceritakan
karena memang tak ada yang dikerjakan. Wajar tulisan ini membosankan, karena
memang liburanku tidak mengesankan. Hanya merangsang kawan-kawan agar semangat
bekerja untuk keabadian. Jogja menanti dengan sejuta tantangannya. Ctrl+S dan
bersegera memejamkan mata. Berharap ketika terjaga aku sudah berada di kamar
kost.